Chloramphenicol adalah salah satu antibiotik yang telah digunakan secara luas dalam pengobatan infeksi bakteri sejak ditemukan pada tahun 1947. Namun, penggunaannya terbatas karena risiko anemia aplastik yang serius dan potensial, yang merupakan efek samping yang jarang tetapi berpotensi fatal. Artikel ini bertujuan untuk menyelidiki peran chloramphenicol dalam pengobatan infeksi bakteri, memahami mekanisme terjadinya anemia aplastik, dan mengevaluasi risiko versus manfaat penggunaannya.
Chloramphenicol merupakan antibiotik spektrum luas yang efektif melawan banyak jenis bakteri, termasuk beberapa yang resisten terhadap antibiotik lain. Ini biasanya digunakan dalam pengobatan infeksi serius seperti meningitis bakteri, demam tifoid, dan infeksi saluran pernapasan atas dan bawah. Keuntungan utamanya adalah penetrasi yang baik ke dalam jaringan tubuh dan kemampuan untuk mencapai konsentrasi tinggi dalam cairan serebrospinal.
Anemia aplastik adalah kondisi langka namun serius yang ditandai oleh penurunan produksi sel darah merah, putih, dan trombosit oleh sumsum tulang. Diketahui bahwa chloramphenicol dapat mengganggu produksi sel darah merah dengan menghambat sintesis protein pada level mitokondria dalam sel-sel progenitor sumsum tulang. Hal ini mengakibatkan aplasia medular yang menyebabkan anemia, leukopenia, dan trombositopenia.
Penggunaan chloramphenicol dalam pengobatan infeksi bakteri harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Meskipun memiliki keunggulan dalam spektrum aktivitas antimikroba, risiko anemia aplastiknya harus diperhitungkan, terutama pada pasien dengan faktor risiko tambahan seperti penggunaan jangka panjang atau dosis tinggi. Dokter perlu mempertimbangkan alternatif pengobatan yang lebih aman di mana memungkinkan, terutama pada pasien yang rentan terhadap komplikasi.