Anemia aplastik merupakan sebuah keadaan yang langka bahwa sumsum tulang tidak lagi memiliki kemampuan untuk menghasilkan sel-sel darah merah, sel darah putih, dan sel darah trombosit. Penggunaan obat-obatan tertentu dapat menimbulkan risiko terjadinya anemia aplastik. Penting untuk diketahui bahwa Anemia Aplastik tidak dapat diobati sepenuhnya, tetapi berbagai jenis perawatan dapat membantu mengelola gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
Beberapa obat dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia aplastik, terutama jika digunakan dalam jangka panjang atau dalam dosis tinggi. Di bawah ini disajikan beberapa jenis obat yang perlu diperhatikan:
-Chloramphenicol sebelumnya merupakan obat antibiotik yang sering digunakan, namun saat ini penggunaannya terbatas karena adanya risiko serius seperti anemia aplastik.
-Obat-obatan anti-inflamasi nonsteroid (NSAID), seperti indomethacin dan fenylbutazon, memiliki potensi risiko untuk menyebabkan anemia aplastik, meskipun kejadian ini jarang terjadi.
-Sulfonamides, seperti sulfasalazine dan trimethoprim-sulfamethoxazole, juga telah terkait dengan anemia aplastik.
-Antikonvulsan seperti carbamazepine dan phenytoin dapat menyebabkan terjadinya anemia aplastik pada pasien epilepsi.
-Obat-obatan seperti propylthiouracil dan methimazole, yang digunakan sebagai pengobatan untuk hipertiroidisme, juga memiliki risiko menyebabkan anemia aplastik.
-Obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi, seperti cyclophosphamide dan chlorambucil, memiliki potensi yang lebih besar untuk menyebabkan anemia aplastik.
Pada beberapa situasi, dilaporkan bahwa obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi HIV/AIDS dapat mengakibatkan terjadinya anemia aplastik.
Meskipun kasusnya jarang terjadi, penting untuk mengerti kemungkinan risiko ini. Jika Anda masih mengalami masalah kesehatan yang tidak membaik, meskipun sudah mengonsumsi obat, segera berkonsultasi dengan dokter atau tenaga medis yang berkualitas.